Selasa, 26 April 2011

UN Susulan SMA Cenderung ’’Bebas’’


Salah satu murid yang mengikuti ujian kemarin
Bandarlampung – Pelaksanaan ujian nasional (UN) susulan SMA terkesan asal. Meski dijaga dua pengawas dari sekolah yang berbeda dengan asal siswa serta satu pengawas satuan pendidik Universitas Lampung, siswa bisa menyontek dengan leluasa. 

Di lokasi pelaksanaan ujian SMAN 1 Bandarlampung kemarin (25/4), Radar Lampung mendapati pengawas asyik mengobrol, sedangkan dua siswa yang mengikuti UN saling tengok dan menyontek.
Ini sangat kontras dibandingkan pelaksanaan UN pada 18-21 April lalu yang dijaga sangat ketat oleh pengawas satuan pendidik, pengawas sekolah, dan polisi.
Kepala SMAN 1 Drs. Badruzaman, M.M. menyebutkan, untuk UN susulan kali ini memang tidak dikawal polisi. Melainkan hanya dari sekolah dan satu pengawas satuan pendidik Unila. ’’Pengawas ujian tidak ada yang dari sekolah asal siswa. Jadi nggak mungkin curang, kan nggak ada yang kenal,’’ bantahnya.
Apalagi, imbuh dia, kemungkinan besar soal ujiannya juga berbeda dan naskah soal UN ini sebelumnya dijaga ketat di Dinas Pendidikan (Disdik) Bandarlampung.
’’Soal diambil di Disdik dengan pengawasan dari pengawas satuan pendidik. Sedangkan dari Disdik hanya datang tadi pagi,’’ ujarnya.
Sementara, salah seorang siswa SMK Balai Latihan Kerja (BLK) Bandarlampung terpaksa mengikuti UN di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Wayhui kemarin pagi.

Senin, 25 April 2011

UN SMP tanpa Pengawasan


Pelajar saat mengisi soal ujian tanpa pengawas
BANDARLAMPUNG - Kebijakan berbeda diambil pemerintah terkait pelaksanaan ujian nasional (UN) untuk SMP, MTs, dan SMPLB. Jika UN SMA, MA, SMK, dan SMALB diawasi langsung oleh perguruan tinggi, ujian yang berlangsung mulai hari ini hingga 28 April mendatang itu hanya diawasi tim dari pemerintah provinsi.

Koordinator tim pengawas UN dari perguruan tinggi Dr. Budi Koestoro,  M.Pd. mengatakan, tidak adanya pengawasan secara ketat terhadap pelaksanaan UN SMP sederajat tersebut sesuai ketentuan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
’’Dalam standar operasionalnya memang demikian. Hanya UN SMA sederajat yang diawasi tim pengawas dari perguruan tinggi,’’ terangnya kemarin (24/4).
Anggota BSNP Mungin Eddy Wibowo mengatakan, perbedaan pengawasan UN jenjang SMA dengan SMP tersebut disebabkan tingkat pendidikan lanjutan yang ditempuh. Tingkat SMA akan melanjutkan ke perguruan tinggi sehingga pengawasan dilakukan sendiri pihak universitas. Sementara SMP hanya melanjutkan ke SMA.
Total 3.716.596 siswa akan mengikuti UN jenjang SMP, MTs, dan SMPLB. Mereka berasal dari 47.369 sekolah di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, peserta di Lampung mencapai 126.718 siswa. UN yang dilakukan empat hari tersebut mengujikan empat mata pelajaran, yaitu bahasa Indonesia, matematika, IPA, dan bahasa Inggris. Peserta yang berhalangan hadir dengan keterangan resmi dapat mengikuti ujian susulan pada 3-6 Mei.
Untuk mengantisipasi kecurangan, UN ini mengunakan sistem pengawas silang. Seperti di Mesuji, sebanyak 658 guru untuk pengawasan di tingkat SMP dan MTs dilibatkan.

Pelajar Lampung Buat Knalpot Ramah Lingkungan


Knalpot ramah lingkungan
BANYAK karya yang ditampilkan para pelajar di Indonesian Science Project Olympiade (ISPO) 2011 yang digelar di Balairung Universitas Indonesia (UI). Salah satunya knalpot ramah lingkungan.
“Saat ini jumlah sepeda motor sudah mencapai jutaan. Polusi udara dari kendaraan bermotor meningkat pesat. Untuk itu diperlukan pengendalian emisi gas buang kendaraan. Atas hal itu kami membuat knalpot ramah lingkungan,” kata Ratna Agustina, pelajar kelas II SMAN 2 Bandarlampung, di arena ISPO 2011, Kamis (24/2).
Ratna menjelaskan, knalpot tersebut dibuat ramah lingkungan dengan katalitik konventor sederhana dari batu zeolit.
Gamblangnya, knalpot tersebut menggunakan saringan di dalamnya. Saringan itu bisa berupa kipas dan pipa besi yang disesuaikan dengan ukuran knalpot. Namun, disarankan saringan yang digunakan adalah besi panjang berlubang. Hal itu untuk memudahkan dalam membersihkannya.

Minggu, 24 April 2011

Perpustakaan, Siapa peduli

Dwi Rohmadi Mustofa
Dwi Rohmadi Mustofa
Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan, FKIP Universitas Lampung
Berita tentang eksistensi perpustakaan di sekolah tampaknya jarang muncul ke ruang publik. Ketika muncul berita Lampung Post (Rabu, 26 Januari 2011) yang memuat data tentang 75% SD/MI di Lampung tak memiliki perpustakaan, tentu saja mengejutkan bagi sebagian pihak yang memiliki perhatian terhadap pendidikan dan perpustakaan. Bagi sebagian masyarakat yang lain mungkin dianggap biasa saja.
Diberitakan, untuk tingkat SMP dan SMA jumlah sekolah yang memiliki perpustakaan relatif lebih baik. Secara umum dapat dikatakan bahwa dari sisi kuantitatif jumlah perpustakaan itu sangat minim. Lalu bagaimana kategori kualitas perpustakaan dari SD/MI yang sudah memilikinya? Pertanyaan lain yang pantas diajukan adalah bagaimana perpustakaan itu dikelola, seberapa banyak sumber daya yang dimiliki, bagaimana pengembangan dan pembinaannya, dan bagaimana warga sekolah memanfaatkannya? Apa saja kontribusi yang diberikan atas eksistensi perpustakaan itu?

Baru US, Bandarlampung Memprihatinkan

Salah satu contoh bocorannya
BANDARLAMPUNG – Baru pelaksanaan ujian sekolah (US), Bandarlampung sudah sangat mengkhawatirkan. Pasalnya bukan hanya terjadi kesalahan pada soal US SD. Tetapi juga berembus kabar beredarnya kunci jawaban selama pelaksanaan US SMP yang berlangsung satu minggu terakhir ini. 



    Hal itu berdasarkan pengakuan beberapa guru SMP di Bandarlampung. ’’Kecurangan ini akibat kepanikan pihak sekolah, guru, dan siswa setelah berubahnya format kelulusan siswa yang selain dari nilai UN juga nilai US,” ujar salah satu guru SMPN 9 Bandarlampung yang enggan disebutkan namanya kepada Radar Lampung kemarin (8/4).
    Kecurangan tersebut, lanjutnya, terjadi pada mata pelajaran yang selain di-US-kan juga di-UN-kan. Yaitu bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, dan IPA. ’’Saya kira ini tidak hanya terjadi di sekolah tempat saya mengajar, tetapi juga di sekolah lainnya,” ujar dia.

Sabtu, 23 April 2011

Anak SLB Ingin Mandiri

Photo murid-murid SLB
Delapan siswi kelas XI dan XII Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi, Kemiling, Bandar Lampung, Sabtu (16/2/2011) pagi, sibuk berbincang dengan menggerakkan jari-jemari mereka di kelas membatik. Sekali-sekali mereka menunjuk-nunjuk ke arah kompor kecil, yang di atasnya terdapat wajan kecil tempat malam cair yang panas atau ke motif batik yang tengah mereka gambar. Lalu, mereka tertawa atau saling menepuk bahu.

Namun, obrolan mereka sama sekali tidak bisa dipahami. Dari gerakan tangan dan ekspresi mereka, satu hal yang bisa disimpulkan, anak-anak itu sedang membicarakan motif batik dan cairan malam panas yang digunakan untuk membatik pada pagi hari itu.

Hartatiningsih, guru pendamping membatik siswa-siswi yang memiliki keterbatasan, yakni ketidakmampuan mendengar dan berbicara, itu, berupaya membangkitkan semangat mereka. "Selain batik, sebetulnya kami juga mengajarkan jenis keterampilan lain, di antaranya memasak, menjahit, hingga membuat kerajinan tangan," ujar Tini, panggilan akrab Hartatiningsih.

Bagi siswa-siswi itu, membatik adalah hal baru. Sejak satu bulan lalu mereka mendapat pelatihan membatik. Pelatihan dilakukan melalui kerja sama dengan Lembaga Kursus dan Pelatihan Batik Tulis Siger dan produsen Batik Lampung Gabovira. Melalui lembaga kursus itu, mereka mendapat pelatihan mengenai sejarah batik tulis, pembuatan batik tulis, motif batik Lampung, dan cara membatik.

Siswa-siswa tersebut mendapatkan peralatan membatik, kain, serta malam atau lilin untuk membatik. Dengan alasan saat ini batik motif Lampung sudah sangat dikenal masyarakat Lampung, siswa-siswi diarahkan untuk mengembangkan batik motif kreasi baru. Namun, jika dicermati, mereka masih mencampurkan motif Jawa dan Lampung.

"Tidak apa-apa. Kreativitas mereka masih akan terus berkembang," ujar Abdul Halim, pembimbing membatik lainnya.

SD Lamsel Memprihatinkan

SRAGI – Sekolah dengan kondisi memprihatinkan di Lampung Selatan (Lamsel) bertambah. Ternyata bukan hanya SDN Bumiasri, Kecamatan Palas, yang kekurangan lokal hingga siswa-siswanya terpaksa mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM) di luar ruang kelas dengan beralaskan terpal.
Tapi juga SDN 3 Sukapura, Kecamatan Sragi, kabupaten setempat, mengalami hal serupa. Pasalnya, sekolah yang dibangun sejak 1984 itu hanya memiliki 3 lokal kelas belajar dan tidak sebanding dengan jumlah siswa yang mencapai 117 orang.
    Pihak sekolah memastikan SDN setempat mengalami kekurangan 3 unit lokal kelas untuk mencukupi kebutuhan 6 rombongan belajar (rombel) dari kelas I–VI. Akibatnya, proses KBM di sekolah setempat pun tidak berjalan maksimal.
”Proses KBM-nya terpaksa berlangsung secara pararel pagi dan sore. Ini sebagai langkah alternatif pihak sekolah mengatasi kekurangan tersebut,” terang Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan (UPT Disdik) Kecamatan Sragi Wahyudi Eryanto kepada Radar Lampung kemarin (18/4).

Jumat, 22 April 2011

Arifin,mengikuti Ujian Nasional dalam Tahanan



foto
Seorang siswa di Bandar Lampung harus mengikuti Ujian Nasional dari dalam rumah tahanan. Siswa Alpian Arifin yang menjadi terpidana ini melaksanakan ujian lebih lambat satu jam tampa pengawasan ketat dari petugas Dinas Pendidikan. “Kami harus menunggu soal dibuka dari amplop di sekolah sebelum dikirim ke tahanan sehingga sedikit lambat tiba di lokasi ujian,” kata Tekky Widya Kusuma, guru Sekolah Menengah Kejuruan Bina Latihan Karya, Bandar Lampung, Senin 18 April 2011.

Sejarah Pendiri Hardiknas


Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat

 (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakankemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia,KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).